Warga Balinuraga: Kami Ingin Damai dan Tenang

Perumahan di Desa Balinuraga hancur akibat bentrokan antarwarga. Lampung - Mata Wayan Sutini (40) berubah memerah dan meneteskan air mata. Telapak tangan kiri ibu tiga anak ini perlahan menyeka air matanya. Di atas tumpukan karung berisi baju yang disiapkan selama mengungsi, dia terus mengingat bagaimana rentetan peristiwa penyerangan kelompok massa di kampungnya, Balinuraga, Kalianda, Lampung Selatan.

Ditemui saat menunggu mobil kepolisian yang akan mengantarnya ke tempat evakuasi warga di SPN Kemiling, Bandar Lampung, Sutini sesekali terlihat melamun. Terkadang dia berbincang singkat dengan perempuan lanjut usia yang duduk di samping kirinya.

"Kami cuma ingin tenang dan damai hidup di kampung sini," ujar Sutini saat ditemui detikcom, Selasa (30/10/2012).

Dia tidak sendiri. Sang Suami, Wayan (41) dan dua anaknya Ketut Ferdi (6) dan Komang Sartika (15), juga turut menunggu kendaraan yang akan membawa pasangan suami-istri yang bergantung pada hasil tani ini ke tempat penampungan sementara.

"Mau tidak mau keluarga harus mengungsi dulu," kata Wayan.

Laki-laki berperawakan kurus ini masih ingat betul tragedi Minggu (28/10) malam lalu ketika desa yang dihuninya dikepung ratusan kelompok massa. Mencekam. Yang ada di benaknya saat itu adalah bagaimana anak dan istrinya selamat dari kepungan massa.

"Minggu malam pukul 21.30 WIB malam ada yang bangunin saya ketuk pintu, tolong keluar, Pak. Nanti ada serangan," kisah Wayan mengingat peristiwa bentrok pertama kali terjadi di desanya itu.

Wayan tidak begitu menggubris titah tetangganya itu. Dia terus tertidur bersama keluarganya. Namun setengah jam kemudian, ketukan dengan perintah serupa juga datang dari tetangganya dan dia pun terjaga dari tidur.

"Akhirnya saya keluar dan bawa keluarga saya ke rumah tetangga di Desa Sidoreno," kisahnya. Desa Sidoreno berbatasan langsung dengan Desa Balinuraga.

Dia menyaksikan sebanyak 40-an motor dengan berboncengan dua dan tiga memasuki desa mereka. Bentrok terjadi dan mengakibatkan tiga orang tewas dalam peristiwa tersebut.

Keesokan harinya, Senin (29/10) sekitar pukul 10.00 WIB pagi, insiden tersebut berbuntut. Ribuan orang mengepung desa tersebut. Mau tidak mau dia pun ikut menghadang bersenjatakan bambu yang ada di halaman rumahnya.

Dalam peristiwa berdarah ini enam orang korban dinyatakan tewas di lokasi kejadian. Puluhan rumah hancur dirusak serta dibakar. Fasilitas umum seperti sekolah juga menjadi sasaran amukan massa yang beringas.

Sebagian dari rumahnya luluh lantah dan hanya tersisa puing. Beruntung beberapa potong pakaian selama di tempat evakuasi masih bisa diselamatkan.

"Buku pelajaran dan seragam sekolah anak terbakar, enggak ada yang nyisa," ujarnya dengan nada pelan.

Dia dan keluarganya tidak tahu sampai kapan harus tinggal di penampungan. Dia berharap pemulihan kondisi pasca bentrok antar warga cepat teratasi.

"Kasihan anak saya enggak bisa sekolah," ujarnya.

Pantauan detikcom, Balinuraga seperti kota mati. 116 Rumah hancur dalam bentrok berdarah yang terjadi dalam dua hari kemarin. Tidak ada penerangan di desa tersebut pasca bentrok. Gelap. Aparat TNI/Polri dilengkapi senjata laras panjang disiagakan guna menghindari penjarahan rumah-rumah yang ditinggal warganya. Kendaraan lapis baja dan penyemprot air juga turut diparkir di sekitar lokasi bentrokan.

Meski insiden berdarah sempat dirasakannya, Wayan tetap berharap kembali ke desa yang telah dihuninya sejak kecil saat orangtuanya menjadi transmigran di desa itu.

"Kapan pun saya harus kembali ke sini ngurus sawah dan kerja," ucap Wayan.

(ahy/rmd)

Tutup  Share to Facebook:

You are redirected to Facebook

loadingSending your message

Warga,Balinuraga,Ingin,Damai,Tenang

View the original article here


Category Article , , , ,

What's on Your Mind...

Diberdayakan oleh Blogger.

Categories

Dinding Kotor

My Blogroll

Fans Page